Beranda » Mustika » Susah Cari Kerja di Indonesia? Ini Realita & Apa Solusinya?

Susah Cari Kerja di Indonesia? Ini Realita & Apa Solusinya?

Jakarta, mustikatimes.com– Masih ingat pengalaman setahun lalu saat membuka lowongan kerja di Humans? Kami tidak banyak beriklan, hanya posting di Instagram Story.

Namun, keesokan paginya, tim HR menelepon. Email mereka penuh! Terkejut, saya cek sendiri. Ada lebih dari 2.000 pelamar. Padahal, kami cuma butuh satu orang. Artinya, peluang diterima hanya 0,05%.

Pengalaman di perusahaan saya yang tidak terlalu besar ini hanyalah secuil gambaran. Bayangkan, bagaimana nasib jutaan angkatan kerja baru di Indonesia setiap tahunnya, baik lulusan kuliah, SMK, atau SMA, yang ingin langsung bekerja?

Data Mengejutkan: 7,5 Juta Pengangguran dan Lapangan Kerja yang Terbatas

Data Agustus 2024 menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,5 juta orang. Artinya, setiap angkatan kerja baru sekitar 2 juta mahasiswa dan 1,5 juta lulusan SMK per tahun harus bersaing dengan 7,5 juta orang ini saat memasuki dunia kerja.

Selain itu, setiap tahunnya, sekitar 2 juta angkatan kerja baru dari lulusan SMA, perguruan tinggi, serta mereka yang terkena PHK, ikut membanjiri pasar kerja.

Oli Mesin Kendaraan Dan Kapan Waktu Tepat Penggantiannya

Sayangnya, lapangan kerja yang tersedia tidak mampu menampung jumlah sebesar itu. Coba kita hitung kasar: 7,5 juta pengangguran ditambah 2 juta angkatan kerja baru, plus 1,5 juta lulusan SMA/SMP yang ingin langsung bekerja.

Totalnya, sekitar 11 juta orang setiap tahun memperebutkan lapangan kerja. Sementara itu, rata-rata penyerapan lapangan kerja di Indonesia hanya sekitar 1,5 juta orang per tahun.

Kondisi ini diperparah oleh tren PHK massal atau “layoff” yang sedang buruk, seperti yang terjadi pada perusahaan teknologi (Tech Winter).

Data menunjukkan lonjakan layoff dari tahun 2022 hingga 2025 di sektor formal saja. Bahkan, jika ditambah sektor informal, proyeksinya bisa lima kali lipat, mencapai 1 hingga 2 juta PHK hanya di tahun ini.

Dampak Teknologi dan AI: Pekerjaan Semakin Berkurang

Adopsi teknologi dan Kecerdasan Buatan (AI) juga memperburuk keadaan. AI telah mengubah banyak hal di dunia kerja. Kini, perusahaan tidak membutuhkan terlalu banyak tenaga kerja karena satu orang bisa mengakses AI dan melakukan banyak hal.

GOTO Bereskan Buyback Saham Rp2,09 Triliun, Dompet Perusahaan Makin Kuat Nih!

Banyaknya otomasi yang terjadi membuat jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan tidak sebanyak dulu.

Dengan situasi seperti ini, wajar jika Anda merasa sangat sulit mencari kerja. Ini bukan salah Anda, melainkan isu nasional yang kompleks dan harus kita cari solusinya bersama.

Solusi MA salah Ketenagakerjaan: Supply-Demand dan Peran Wirausaha

Masalah tenaga kerja di Indonesia memang rumit, namun bisa kita sederhanakan dengan pendekatan supply-demand. Sulitnya mencari kerja, banyaknya sektor informal, dan gaji kecil, semuanya terjadi karena pasokan tenaga kerja (supply) terlalu banyak.

Ini dampak dari bonus demografi, di mana banyak anak muda Indonesia butuh pekerjaan. Akan tetapi, masalahnya ada pada permintaan (demand) yang kurang. Pertumbuhan ekonomi kita tidak mampu mengejar ledakan angkatan kerja ini.

Kita harus mencari solusi bersama. Berikut beberapa langkah yang bisa kita lakukan:

Update Harga Emas 17 Juni 2025: Antam, UBS, Galeri24 Kompak Naik

1. Mendorong Pertumbuhan Kewirausahaan (Entrepreneurship)

Saat ini, rasio kewirausahaan di Indonesia hanya 3,3% dari total angkatan kerja. Angka ini jauh dari ideal. Kenapa tidak ideal? 97% tenaga kerja Indonesia bekerja di bisnis kecil dan menengah (UMKM), sekitar 130 juta orang.

Artinya, setiap pengusaha harus membuka lapangan kerja untuk sekitar 30-33 orang di bisnis UMKM. Padahal, restoran kecil atau warung biasanya hanya mempekerjakan 3-4 orang.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (4,8%) atau Singapura (8,8%), angka kita memang terlihat tidak terlalu jauh. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa saat ini, Indonesia kurang menarik di mata investor asing.

Investor asing lebih banyak masuk ke Vietnam, Thailand, Singapura, atau Malaysia. Oleh karena itu, mengandalkan investor asing untuk membuka lapangan kerja baru di Indonesia saat ini kurang bisa diandalkan.

Di negara maju seperti Jerman, meskipun rasio kewirausahaan juga tidak sampai 10%, mereka memiliki perusahaan multinasional besar seperti Mercedes-Benz atau BMW yang mampu merekrut ratusan ribu karyawan dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

Sayangnya, Indonesia belum punya cukup industri unggul di level global atau perusahaan besar yang siap menyerap tenaga kerja dalam jumlah masif.

Jadi, salah satu solusi utama adalah meningkatkan rasio kewirausahaan, mungkin hingga 10-12% agar ideal. Dengan begitu, setiap pengusaha bisa merekrut setidaknya 10 tenaga kerja.

2. Mencari Peluang Kerja di Luar Negeri

Solusi jangka pendek lainnya adalah mencari kerja ke luar negeri. Dari sisi supply-demand, ini bisa menyalurkan kelebihan tenaga kerja Indonesia ke negara-negara yang kekurangan tenaga kerja atau yang populasinya menua.

Namun, ada tantangan besar: Apakah sumber daya manusia kita siap? Apakah skill Anda siap bersaing di standar internasional? Misalnya, kemampuan berbahasa Inggris.

Bahasa Inggris kini bukan lagi skill eksklusif, melainkan wajib dan bahkan menjadi alat bertahan hidup. Jika kita tidak bisa berbahasa internasional, bagaimana bisa bertahan di tengah sulitnya mencari kerja di Indonesia?

3. Inovasi dan Pertumbuhan Usaha Menengah

Terakhir, pengusaha di kelas menengah harus terus berinovasi dan bertumbuh menjadi perusahaan besar. Sektor bisnis menengah di Indonesia sebenarnya sangat menjanjikan, namun seringkali merasa diabaikan.

Kita bukan “sembilan naga” yang punya koneksi besar ke pemerintah dan investor, tetapi juga bukan pengusaha kecil yang jumlahnya sangat banyak sehingga punya daya tawar politik.

Padahal, potensi terbesar justru ada di usaha kelas menengah. Usaha-usaha ini sudah siap untuk menjadi besar. Maka dari itu, semua stakeholder, terutama pemerintah, harus turun tangan mendengarkan masalah riil di lapangan, seperti akses ke investor atau persaingan dengan gempuran ekspor.

Ini harus segera dicari solusinya sebelum usaha menengah menyerah dan gagal berkembang.

Tetap Optimis dan Manfaatkan Kesempatan

Kita sadar, kondisi tenaga kerja di Indonesia saat ini tidak baik-baik saja. Namun, sebagai anak muda, kita harus tetap melihat optimisme.

Manfaatkan kesempatan sebaik-baiknya. Kesempatan itu kini mahal harganya.

  • Untuk Profesional yang Sudah Bekerja: Manfaatkan pekerjaan Anda dengan baik. Terus latih skill, ambil tantangan baru, dan bantu perusahaan Anda tumbuh menjadi besar agar bisa merekrut lebih banyak tenaga kerja baru yang dibutuhkan Indonesia.
  • Untuk yang Punya Privilege Menjadi Entrepreneur: Ambil risiko itu! Kita sangat butuh banyak entrepreneur baru. Rasio entrepreneurship yang masih 3% butuh dinaikkan setidaknya sampai 10%, jadi masih banyak peluang.
  • Untuk Entrepreneur yang Sudah Ada: Jangan cepat puas. Perbesar bisnis Anda, berinovasi, kembangkan terus! Semangat untuk tumbuh dan merekrut tenaga kerja baru. Jangan egois, merasa cukup sampai di sini. Indonesia sangat membutuhkan Anda saat ini.
  • Untuk Pencari Kerja: Upgrade skill Anda dengan cara fokus! Banyak lulusan baru kesulitan fokus karena melihat banyak hal menarik. Saya selalu bilang, “If time is all the resources that you have, then focus is not negotiable.” Anda butuh satu hard skill yang membuat Anda berbeda. Jika hanya melatih sedikit-sedikit, Anda tidak akan punya pembeda atau keahlian menonjol di satu bidang. Skill itu banyak, fokuslah pada apa yang dibutuhkan industri saat ini. Tidak perlu lama, mungkin 6 bulan belajar bahasa baru seperti Korea, atau 6 bulan belajar pemrograman. Tanpa fokus, Anda tidak akan mendapatkan skill ini dan sulit bersaing di lapangan kerja yang kini sangat kompetitif.

Ini adalah masa sulit bagi kita. Ekonomi dan lapangan kerja sedang tidak baik-baik saja. Investor asing keluar, dan pasar saham pun anjlok.

Oleh karena itu, hal terakhir yang bisa menyelamatkan kita adalah diri kita sendiri. Mari saling berempati dan bergandengan tangan untuk melewati masa sulit ini bersama-sama.

Facebook Comments Box

Artikel Terkait

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *