Jakarta, mustikatimes.com – Sepeda listrik lagi jadi primadona di Indonesia. Harganya terjangkau, praktis, dan bikin gaya hidup lebih eco-friendly. Tapi, hati-hati! Angka kecelakaan yang melibatkan mereka, terutama sepeda listrik, ternyata cukup tinggi. Aduh! (2/6/2025)
Menurut data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jumlah kendaraan listrik di Indonesia sudah lebih dari 28.000 unit. Padahal, tahun 2021 lalu baru sekitar 1.200 unit saja. Lonjakannya gila-gilaan, kan?
Sayangnya, di tengah pertumbuhan pesat ini, Aan Suhanan, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, mengingatkan. Ia menyampaikan ini pada EV Ecosystem Indonesia Forum 2025 (21/5/2025).
Sampai pertengahan 2025, Kemenhub mencatat 435 kecelakaan melibatkan kendaraan listrik. Dari jumlah itu, sepeda listrik menyumbang 333 kecelakaan. Wow!
Padahal, kendaraan listrik seharusnya meningkatkan keselamatan kita di jalan. Plus, ini kan misi gede buat transportasi ramah lingkungan. Jadi, kita butuh banget aturan keselamatan yang lebih komprehensif.
Data dari Korps Lalu Lintas Polri tahun 2024 juga menunjukkan angka yang bikin kaget. Sebanyak 647 kecelakaan melibatkan kendaraan listrik. Artinya, rata-rata 100 insiden terjadi tiap bulan.
Sepeda Listrik di Jalan Raya? Bahaya, Bos!
Revy Petragradia, seorang pengamat transportasi, membagi kecelakaan kendaraan listrik jadi dua. Pertama, yang melibatkan mobil dan motor listrik. Kedua, yang lagi hits di kalangan anak-anak, yaitu sepeda listrik.
Revy menegaskan, sepeda listrik seharusnya cuma buat jarak dekat, bukan untuk di jalan raya. Kenapa? “Sepeda listrik tidak punya nomor registrasi sebagai kendaraan,” kata Revy pada, Kamis (29/5/2025).
“Tapi karena euforia dan harganya terjangkau, banyak banget orang membelinya,” lanjut Revy. “Nah, masalahnya, mereka membawa sepeda listrik itu ke jalan raya.”
Selain itu, banyak pengguna sepeda listrik yang bandel. Mereka nggak pakai helm atau perlengkapan keselamatan lainnya. Makin parah lagi, pengguna sepeda listrik ini didominasi anak-anak di bawah umur.
Mereka jelas nggak paham soal keselamatan. Yang lebih bikin geleng-geleng, orang tua malah mengizinkan dan memfasilitasi. Duh!
Risiko Mobil Listrik: Gas Dikit Langsung Ngebut!
Untuk mobil atau motor listrik, Revy menjelaskan, insiden umumnya karena pengguna kurang menyadari aspek keselamatan mekanis kendaraan. Mesin listrik nggak pakai bahan bakar.
Motor atau dinamo listrik menggerakkan akselerasi. Jadi, daya (horsepower), percepatan, dan kecepatan mobil listrik bisa lebih tinggi dari mobil konvensional.
“Pengguna mobil listrik masih sering kebiasaan injak gas lebih dalam. Ini bikin kecepatan sesaat tinggi, dan akhirnya pengguna kehilangan kendali,” kata Revy. Ia menilai, kondisi ini sering terjadi pada kecelakaan mobil listrik di tol atau jalan raya.
Penjual Wajib Edukasi, Polisi Harus Tegas!
Revy juga menyarankan, para penjual atau dealer harus memberikan informasi lengkap kepada pembeli. Misalnya, sediakan test drive dan jelaskan aspek-aspek keselamatan berkendara.
Padahal, kata Revy, kendaraan listrik sebenarnya mampu mengontrol batas kecepatan (speed limit) dan punya teknologi keselamatan yang canggih, baik otomatis maupun manual.
Khusus untuk sepeda listrik, Revy mendorong aturan penjualan dan penegakan regulasi yang lebih ketat. Dengan harga murah, pemilik dan pemakainya harusnya orang dewasa yang paham penggunaan dan berkendara.
“Pihak kepolisian pun harus tegas melarang penggunaan sepeda listrik di jalan raya umum karena berbahaya,” tegas Revy.
Aturan Sudah Ada, Tapi Banyak yang Bandel!
Sebenarnya, aturan buat sepeda listrik sudah ada. Ada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik.
Tapi, sayang banget, banyak pengguna yang masih melanggar. Dan, penegakan aturannya oleh pihak berwenang juga belum maksimal.
Aturan itu jelas kok:
- Sepeda listrik membatasi kecepatan maksimum 25 kilometer per jam.
- Penggunanya hanya di lingkungan tertentu, bukan di jalan raya.
- Pengguna wajib memasang lampu utama, lampu belakang, lampu kiri-kanan, sistem rem, dan klakson.
- Pengguna sepeda listrik wajib mengenakan helm.
- Usia pengguna minimal 12 tahun dan harus didampingi orang dewasa.
Bebin Djuana, seorang pengamat otomotif, menyoroti respons spontan motor penggerak listrik. Ia paling khawatir soal sepeda listrik karena kecepatannya cukup tinggi dan suaranya sunyi.
“Apalagi sekarang, sepeda listrik bisa dikendarai tanpa mengayuh. Apa bedanya dengan naik motor listrik?” ujar Bebin kepada Tirto, Rabu (28/5/2025).
Menurut Bebin, karena bisa dikayuh, penjual mendaftarkan sepeda listrik sebagai sepeda. Jadinya nggak perlu SIM dan STNK. Padahal, ini jadi celah bagi penjual untuk menarik pembeli. Nggak heran deh, angka kecelakaan sepeda listrik jadi tinggi.
“Andai dulu sepeda listrik harus dikayuh dan motor listrik cuma sebagai pendukung (misal untuk menanjak), kondisinya nggak akan seperti sekarang,” ucap Bebin.
Wilayah Operasi Sepeda Listrik: Di Mana Saja Boleh Jalan?
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, juga bilang kalau Permenhub PM 45 Tahun 2020 sering dilanggar pengguna.
Sepeda listrik ini sebenarnya sarana yang berfungsi mengangkut orang di wilayah operasi dan/atau lajur tertentu.
Yang dimaksud “kendaraan tertentu” itu termasuk skuter listrik, hoverboard, sepatu roda satu, otopet, dan sepeda listrik. “Sepeda listrik adalah kendaraan tertentu yang punya roda dua dan motor listrik. Jadi, beda ya sama sepeda motor listrik,” kata Djoko. Ia menegaskan,
sepeda listrik membatasi kecepatannya 25 km/jam. “Penggunaannya hanya dalam lingkungan, bukan jalan raya.”
Area yang boleh dilalui sepeda listrik itu cuma di lajur khusus sepeda, lajur kendaraan penggerak motor listrik, permukiman, jalan hari bebas kendaraan bermotor (CFD), kawasan wisata, area sekitar angkutan umum massal, area perkantoran, dan area di luar jalan serta trotoar (dengan prioritas pejalan kaki).
“Sepeda listrik jadi berisiko kecelakaan di jalan karena banyak yang memakainya di jalan raya, padahal trotoar pun bisa mereka lewati,” kata Djoko. Tapi di sisi lain, banyak trotoar yang nggak cukup buat sepeda.
Keselamatan Bersama: Peran Orang Tua dan Sosialisasi
Djoko melihat, salah satu cara mengendalikan sepeda listrik harus dari hulu. Saat pembelian, penjual harus mengingatkan pembeli bahwa kendaraan ini nggak boleh dioperasikan di jalan umum.
“Penyalahgunaan sepeda listrik ini menunjukkan kalau pemahaman masyarakat masih rendah, dan penegakan hukumnya juga ikut rendah,” jelasnya.
Sosialisasi rutin dari Korlantas, Ditlantas, Satlantas, Ditjen Hubdat, dan Dinas Perhubungan Provinsi/Kota/Kabupaten juga penting.
“Pengawasan orang tua terhadap anak harus ditingkatkan. Semua pihak harus berperan, termasuk edukasi di sekolah. Keselamatan itu tanggung jawab bersama, bukan cuma tugas siapa-siapa,” pungkas Djoko.