BLORA, MUSTIKATIMES.COM –
malam itu bumi bergetar
bukan karena hujan
tapi karena luka yang sudah terlalu lama ditahan
di lereng yang dulu hijau
akar – akar dipaksa tercerabut
pohon – pohon ditebang tanpa ampun
dan rakus menjelma menjadi kebijakan
yang mengabaikan sungai
di rumah kecil di tepi musola
ia bersujud –
seorang hamba yang tak pernah tahu
bahwa do’a terakhirnya
akan tenggelam bersama tanah yang
hilang penopangnya
deras turun dari bukit
membawa balak, ranting, dan keserakahan
yang telah ditebar tangan – tangan berkuasa.
lumpur itu bukanlah sekedar lumpur,
itu ialah dosa yang mengalir turun
menyapu apapun yang tak sanggup melawan
ketika dinding musola dan rumah runtuh
dan bumi runtuh bersama langit,
ia tetap menunduk,
setelah ingin mempertahankan
satu – satunya kesucian
yang belum di rampas dari desanya,
arus menyeret tubuhnya
namun tidak menyeret sujudnya
sujud itu tertinggal
tersimpan di dalam tanah yang mengingat
bahwa dialah hamba yang paling setia
dalam malam yang paling kelam.
orang – orang menemukannya esok hari,
diam dalam pelukan lumpur
yang bukan milik alam semesta
melainkan milik keserakahan manusia
yang menjual hutan demi kantongnya sendiri
dan kami tahu –
banjir malam itu bukan musibah biasa
tetapi terakan bumi
atas pohon – pohon yang dibunuh tanpa ampun
ia pergi dalam sujud,
sementara para rakus teta berdiri
meningkalkan jejak yang lebih kejam
daripada arus manapun