Mustikatimes.com – Ada ga sih hubungan antara tingkat religiusitas suatu negara dengan kemakmuran dan kualitas hidup penduduknya?. Kenapa ya negara yang kurang ‘beragama’ relatif menjadi negara yang kaya dan makmur?. Simak penjelasannya berikut ini :
Pembicara membagi negara-negara menjadi dua kategori utama berdasarkan data dari PE Research Center:
Negara-negara Paling Religius :
Disebutkan ada lima negara yang mayoritas penduduknya menganggap agama sangat penting dalam kehidupan mereka: Ethiopia, Pakistan, Indonesia, Honduras, dan Nigeria.
Meskipun sangat religius, pembicara menyoroti bahwa negara-negara ini justru menghadapi berbagai masalah serius seperti:
Ethiopia: Perang sipil yang brutal, kemiskinan, dan kekerasan etnis yang dibumbui agama.
Pakistan: Agama dijadikan senjata politik, bom bunuh diri, kekacauan oleh kelompok Taliban, pembakaran sekolah, dan teror terhadap minoritas.
Indonesia: Korupsi merajalela (dana umat, bansos, kasus kitab suci), pengusiran dan pembakaran tempat ibadah minoritas, serta kerusakan moral publik. Masyarakatnya cenderung pasrah dan menganggap penderitaan sebagai ujian Tuhan.
Honduras: Tingkat pembunuhan tertinggi di dunia akibat ketidakadilan, kemiskinan ekstrem, dan kekuasaan geng kriminal.
Nigeria: Konflik antaragama yang menyebabkan pembantaian, penculikan anak perempuan, dan kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya.
Pembicara menyimpulkan bahwa semakin tinggi fanatisme agama, semakin tinggi penderitaan rakyatnya, di mana agama sering dijadikan tameng untuk menutupi masalah sosial dan menguntungkan para elit politik serta pemuka agama.
Negara-negara yang Kurang Religius (Lebih Sekuler):
Contoh negara yang disebutkan adalah Swedia, Jepang, Inggris, Jerman, dan Cina.
Data menunjukkan hanya sedikit penduduk di negara-negara ini yang menganggap agama sangat penting.
Namun, negara-negara ini justru masuk dalam daftar negara maju, makmur, dan memiliki kualitas hidup tinggi karena:
Swedia: Kualitas hidup terbaik, pendidikan dan kesehatan gratis, transportasi rapi, tingkat kepercayaan tinggi, dan transparansi pemerintah.
Jepang: Budaya kehormatan dan tanggung jawab pribadi, jalanan bersih, kriminalitas rendah, dan teknologi canggih.
Cina: Pertumbuhan ekonomi pesat, industri merajalela, pengaruh global kuat, disiplin, dan inovatif, dengan pemerintah yang fokus pada solusi konkret daripada dalil agama.
Jerman dan Inggris: Negara sekuler yang fokus pada pendidikan, ekonomi, dan keadilan sosial, dengan agama sebagai urusan pribadi.
Pembicara menekankan bahwa negara-negara ini menjadi tujuan jutaan orang dari negara-negara religius karena kualitas hidup yang lebih layak. Kestabilan mereka didasarkan pada etika universal, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial, bukan dogma agama.
Mereka menghargai keberagaman dan menegakkan hukum berdasarkan akal sehat. Fanatisme agama yang berlebihan dapat menghambat kemajuan suatu negara dan menyebabkan penderitaan rakyat. Agama, jika disalahgunakan, bisa menjadi alat untuk menindas dan menutupi ketidakadilan.
Pembicara menyerukan agar masyarakat berani berpikir kritis dan tidak hanya patuh buta atas nama iman, serta menekankan bahwa moralitas sejati berasal dari hati nurani dan akal sehat, bukan hanya dalil agama. Negara harus dibangun dengan logika dan keadilan, bukan ancaman neraka.
Komentar