Beranda » Mustika » Kisah Obiang Nguema: Diktator Abadi & Kekayaan di Tengah Kemiskinan

Kisah Obiang Nguema: Diktator Abadi & Kekayaan di Tengah Kemiskinan

Mustikatimes.com – Nama Theodoro Obiang Nguema Mbasogo mungkin tidak setenar diktator dunia lainnya, namun kisahnya tak kalah menarik dan mengkhawatirkan. Menjabat sebagai presiden Guinea Khatulistiwa selama lebih dari 43 tahun, Obiang adalah pemimpin dengan masa jabatan terlama di dunia. Bagaimana ia bisa mempertahankan kekuasaannya begitu lama, dan bagaimana dampaknya terhadap negara yang kaya sumber daya ini?

Dari Kudeta Hingga “Presiden Abadi”

Lahir pada tahun 1942 di masa penjajahan Spanyol, Obiang berasal dari keluarga Sangui, kelompok etnis yang berpengaruh. Ketika Guinea Khatulistiwa merdeka pada tahun 1968, pamannya, Francisco Macías Nguema, menjadi presiden pertama. Obiang dengan cepat menanjak di struktur militer dan pemerintahan, menempati posisi penting seperti gubernur militer penjara, wakil menteri pertahanan, dan ajudan presiden. Karir politiknya dibangun di bawah bayang-bayang kekuasaan pamannya.

Namun, pemerintahan Macías Nguema dikenal brutal dan represif. Pada tahun 1979, terjadilah kudeta yang menggulingkan sang paman, yang kemudian dihukum mati. Berbekal kekuasaan dan pengaruh yang telah ia kumpulkan, Obiang langsung mengambil alih posisi presiden kedua Guinea Khatulistiwa. Sejak saat itulah, perjalanan Obiang sebagai “presiden abadi” dimulai.

 Wajah Ganda Kekuasaan: Awal yang Menjanjikan, Berakhir Tragis

Pada awal kepemimpinannya, Obiang menunjukkan tanda-tanda positif. Ia mengembalikan kondisi negara menjadi lebih baik setelah era otoriter pamannya, memberikan amnesti bagi tahanan politik, mengakhiri kerja paksa, serta meningkatkan infrastruktur dan fasilitas publik seperti sekolah dan akses kesehatan. Awalnya, ia tampak seperti pemimpin yang membawa harapan.

Tiga tahun setelah menjabat, pada tahun 1982, konstitusi Guinea Khatulistiwa mengalami transisi ke pemerintahan sipil, yang kemudian diadakan pemilu. Terdengar adil, bukan? Namun, ada satu masalah besar: kandidat pemilu hanya satu orang, yaitu Obiang Nguema Mbasogo sendiri. Tak heran ia menang telak dengan perolehan 99,95% suara. Hal serupa terjadi lagi pada tahun 1989. Bahkan ketika kandidat oposisi akhirnya diizinkan berpartisipasi pada tahun 1996 dan 2002, Obiang tetap menang dengan suara di atas 90%. Kemenangan terbarunya pada November 2022 membuktikan ia kembali terpilih untuk keenam kalinya, dengan 93,7% suara.

PHK Massal & Penipuan Kerja: Realita Sulitnya Mencari Kerja di Indonesia

Mesin Kediktatoran: Kontrol Media dan Penindasan Oposisi

Bagaimana Obiang bisa terus terpilih? Jawabannya terletak pada “dinasti kediktatorannya” yang ia bangun dengan cermat. Ia menunjuk orang-orang kepercayaannya untuk mengisi posisi-posisi kunci di pemerintahan. Orang-orang ini kemudian membuat undang-undang atau peraturan yang membantu Obiang mempertahankan kekuasaannya, sebagai imbalan mereka mendapatkan gaji bulanan yang sangat besar.

Praktik ini menyebabkan korupsi merajalela dan hak asasi manusia terabaikan. Bahkan, wakil presiden negara saat ini adalah putranya sendiri, Teodoro Nguema Obiang Mangue, yang telah berulang kali terlibat kasus penggelapan uang, properti, dan korupsi, namun tak pernah tersentuh hukum.

Kontrol Obiang atas media lokal juga berperan besar. Menjelang pemilu, media-media di bawah kendalinya akan menjelek-jelekkan pihak oposisi, sementara mengarahkan narasi bahwa hanya Obiang yang pantas menjadi presiden. Ini menciptakan gambaran bahwa negara sejahtera di bawah kepemimpinannya, padahal berita tersebut telah dimanipulasi. Tak jarang pula, pihak oposisi diculik dan dianiaya oleh orang-orang Obiang agar mereka tidak berani melawan.

Kemewahan Pejabat, Kemiskinan Rakyat

Gaya hidup keluarga Obiang sangatlah mewah. Dana negara, yang seharusnya untuk rakyat, justru mengalir ke kantong pribadi keluarga. Equatorial Guinea sebenarnya adalah salah satu produsen minyak terbesar di Afrika dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, 70% penduduknya hidup dalam kemiskinan. Mengapa? Karena pendapatan besar negara tidak digunakan untuk menyejahterakan rakyat, melainkan untuk membeli mobil mewah dan memenuhi gaya hidup para pejabat. Ini mencerminkan indeks korupsi yang sangat tinggi di sana. Obiang seolah berkata, “Rakyat kelaparan? Bodo amat, yang penting mobil gua mewah!”

Penolakan Bantuan dan Masa Depan Dinasti

PBB sebenarnya telah berupaya membantu Guinea Khatulistiwa melalui berbagai program untuk pembangunan berkelanjutan dan pemberantasan korupsi. Namun, upaya ini sulit dijalankan karena pemerintahannya menolak bantuan. Obiang bahkan mengklaim bahwa tidak ada kemiskinan dan masyarakatnya sudah sejahtera—klaim yang tentu saja hanya berlaku di kalangan pejabatnya, bukan rakyat jelata.

Dari Langit Abu-abu ke Biru: Perjalanan Tiongkok Memberantas Polusi Udara

Kini, di usianya yang lebih dari 80 tahun, Obiang Nguema Mbasogo masih menjabat sebagai presiden. Terpilih lagi untuk tujuh tahun ke depan, ia akan memimpin hingga setidaknya tahun 2029, menjadikannya presiden selama minimal 50 tahun. Dan jika ia meninggal, dinasti Obiang kemungkinan akan berlanjut karena putranya sudah siap siaga sebagai wakil presiden.

Melihat kondisi ini, apakah dinasti Obiang akan terus berlanjut, ataukah akan ada pergerakan dari rakyatnya untuk perubahan? Kisah Theodoro Obiang Nguema Mbasogo adalah pengingat betapa bahayanya kekuasaan yang tak terbatas dan korupsi yang merajalela.

Artikel Terkait

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *