Beranda » Mustika » Keputusan Berbau Arogansi dan Antikritik PSSI Dalam Menjatuhkan Sanksi Yuran Fernandes

Keputusan Berbau Arogansi dan Antikritik PSSI Dalam Menjatuhkan Sanksi Yuran Fernandes

Jakarta, mustikatimes.com- Hukumsn telah disahkan, palu sudah diketuk. Bek sekaligus kapten PSM Makassar, Yuran Fernandes, dijatuhi hukuman 12 bulan larangan beraktivitas di sepak bola Indonesia, ditambah denda Rp25 juta. Berita ini mungkin tidak terlalu mengejutkan bagi sebagian orang, tapi tetap bikin geleng-geleng.

Unggahan Instastory diakun  @yur4nandes menuai hukuman. Kesalahanya fatal banget kah…?
Tidak sedikit yang menganggap hukuman tersebut adalah bentuk arogansi PSSI selaku otoritas tertinggi sepak bola Indonesia. tak hanya ramai di kolom komentar, para pengamat juga melontarkan peluru keritikan.

Bagaimana tidak, keputusan Komite Disiplin (Komdis) yang juga dipimpin oleh Ketua Umum PSSI Erick Thohir, menggemparkan jagat media sosial di tengah euforia Persib Bandung juara Liga 1 2024/2025. Hukuman yang dinilai tidak proporsional dan menunjukkan arogansi PSSI dalam menanggapi kritik.

PSSI secara gamblang menampilkan wajah anti kritik kepada publik.

Kasus ini bersumber dari kritik pedas Yuran yang di unggah di Instagram Story setelah pertandingan Liga 1, PSM melawan PSS Sleman, pada 3 Mei 2025. lalu

8 Pemain Voli Putri Dicoret Pelatnas Jelang Kejuaraan Dunia U-21

“Sepak bola di Indonesia hanya candaan. Makanya level dan korupsinya akan tetap sama. Jika Anda ingin datang menghasilkan uang, Anda bisa ke Indonesia. Jika Anda ingin bermain sepak bola serius, menjauhlah dari Indonesia,” tulis Yuran.

Unggahan tersebut memang sudah dihapus oleh Yuran. Namun, sudah dapat diduga, tangkapan layarnya dengan cepat menyebar dan menjadi perbincangan hangat di kalangan pencinta sepak bola di negeri tercinta ini.

Banyak yang menyayangkan pernyataan Yuran, namun tak sedikit pula yang menilai bahwa kritik itu sangat wajar, mengingat berbagai permasalahan yang masih sering melanda kompetisi sepak bola Indonesia.

Bagai gayung bersambut. menyikapi polemik yang berkembang, Yuran langsung menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf melalui unggahan lain di Instagram Story-nya. Dia menyatakan bahwa kritiknya semata-mata ditujukan dalam konteks sepak bola dan merupakan bentuk kekecewaan pribadi terhadap situasi di lapangan, tanpa maksud menyinggung Indonesia sebagai sebuah negara.

Namun, apa mau dikata, permintaan maaf tersebut tidak cukup menenangkan murka PSSI. Bahkan, Erick dengan gamblang meminta Yuran untuk mengangkat kaki atas kritik yang justru dianggap sebagai hinaan itu. “Kalau dia (Yuran Fernandes) menyesal, ya jangan main di Indonesia. Main saja di luar negeri. Jangan cari makan di sini, berkarier di sini, jelek-jelekin Liga Indonesia,” ucap Erick kepada awak media.

Peringatan Gempa Kini Muncul di Galaxy Watch, Getar Sebelum Lindu!

Beberapa hari berselang, tepatnya pada Jumat (9/5) malam, Komdis PSSI secara resmi menjatuhkan hukuman berat kepada Yuran Fernandes. Merujuk pada Pasal 59 ayat 2 jo Pasal 141 Kode Disiplin PSSI Tahun 2023, Yuran Fernandes dianggap melakukan pelanggaran “tindakan tidak sportif berupa pernyataan di media sosial”.

Hukuman 12 bulan jelas terasa sangat berat. Di dunia sepak bola, hukuman seberat ini umumnya diberikan untuk pelanggaran yang jauh lebih serius, seperti pengaturan skor, pelanggaran doping, atau tindakan kekerasan di lapangan. Kritik terhadap kualitas kompetisi, meski disampaikan dengan nada pedas, jarang berakhir pada sanksi seberat itu. Lalu, apa dasar PSSI menjatuhkan hukuman seberat itu?

Mempertanyakan Proporsionalitas Hukuman Yuran

Pasal 59 ayat 2 Kode Disiplin PSSI menyebutkan: “Setiap orang yang tunduk terhadap Kode Disiplin PSSI ini, yang membuat pernyataan baik lisan maupun tertulis yang mendiskreditkan keputusan perangkat pertandingan, keputusan Badan Yudisial PSSI atau keputusan PSSI lainnya bagaimana yang dipublikasikan secara khusus melalui pamflet, lembaran kertas, spanduk, dan sejenisnya maupun yang disiarkan atau disiarkan melalui media massa cetak, media sosial, atau media elektronik, dikenakan sanksi beraktivitas yang terkait dengan sepak bola sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan sanksi denda sekurang-kurangnya sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).”

Jika Merujuk pada pasal tersebut, hukuman 12 bulan yang diterima Yuran bahkan sangat jauh melebihi batas minimal. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai proporsionalitas hukuman. Apakah kritik Yuran, meskipun keras, pantas diganjar larangan beraktivitas selama setahun penuh di sepak bola Indonesia? Apakah PSSI secara tidak langsung ingin mengusir Yuran?

Ador Buka Audisi Global untuk Boy Group Baru, Jakarta Salah Satu Kota Tujuan!

Keputusan PSSI yang menghukum Yuran selama 12 bulan lebih terasa sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik. Padahal, kritik yang membangun justru dibutuhkan untuk perbaikan sepak bola Indonesia. Alih-alih menghukum, PSSI justru menjadikan kritik Yuran sebagai bahan evaluasi untuk membenahi diri.

Atas sanksi ini, PSM Makassar akan mengajukan banding dan hadir bersama-sama Yuran Fernandes menghadapi situasi ini. Foto: Antara/ist/mustikatimes.com

Hukuman ini tentu saja merugikan Yuran Fernandes secara profesional. Lebih jauh lagi, ini juga mengirimkan pesan yang kurang baik bagi pemain lain untuk tidak berani menyuarakan pendapat atau kritik terhadap kondisi sepak bola Indonesia.

Yang lebih menariknya lagi, bahkan isu standar ganda pun ikut terangkat karena beberapa waktu sebelumnya, kritik semacam sempat dilontarkan nasihat Tim Semen Padang, Andre Rosiade. Ketika itu, Andre menyoroti wasit yang memimpin laga Semen Padang vs PSIS Semarang dan PSS vs PSM. Dia juga mengindikasikan dugaan adanya keterlibatan mafia bola hingga berani menyebutkan inisialnya. Namun, sikap PSSI sama sekali berbeda dengan kasus Yuran.

Manajemen PSM Makassar sendiri akan menyetujui permohonan banding. Mereka juga mendapat dukungan kencang dari para suporter dan pencinta sepak bola yang melihat adanya ketidakadilan. APPI sebagai organisasi yang menaungi pesepak bola pun sudah mengambil sikap dan berjanji akan berdiri di belakang Yuran.

Keputusan Komdis PSSI terhadap Yuran ini sekali lagi diyakini sebagai bentuk arogansi dan kurang kedewasaan federasi dalam menerima kritik. Alih-alih menciptakan iklim sepak bola yang terbuka dan konstruktif, PSSI justru menunjukkan kekuasaannya melalui hukuman yang dirasa kurang proporsional.

Hukumsn telah disahkan, palu sudah diketuk. Bek sekaligus kapten PSM Makassar, Yuran Fernandes, dijatuhi hukuman 12 bulan larangan beraktivitas di sepak bola Indonesia, ditambah denda Rp25 juta. Berita ini mungkin tidak terlalu mengejutkan bagi sebagian orang, tapi tetap bikin geleng-geleng.

Facebook Comments Box