mustikatimes.com– Hampir setiap Muslim di Indonesia mengenal Buku Iqro. Buku ikonik ini menjadi jembatan bagi jutaan umat Muslim Tanah Air untuk belajar aksara Arab dan membaca Al-Qur’an dengan cepat.
Namun, tak banyak yang tahu kisah luar biasa di balik penciptaan metode revolusioner ini. Dialah K.H. As’ad Humam, seorang guru mengaji sederhana asal Yogyakarta, yang berjasa besar membantu jutaan orang di Indonesia dan luar negeri fasih membaca kitab suci.
Pahlawan Penyelamat Al-Qur’an dari Yogyakarta
Kiprah K.H. As’ad Humam begitu besar hingga ia mendapat julukan “Pahlawan Penyelamat Al-Qur’an”. Wajahnya bahkan terpampang jelas di sampul belakang Buku Iqro’. Mitsuo Nakamura dalam bukunya The Crescent Arises Over the Banyan Tree (2012) mencatat,
K.H. As’ad Humam lahir di Yogyakarta pada tahun 1933. Ia berasal dari keluarga Muhammadiyah, putra dari H. Humam Sirajd, seorang pengusaha sukses di Selokraman.
As’ad menempuh pendidikan dasar hingga menengah atas di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Namun, pada usia 18 tahun (sekitar tahun 1951), sebuah insiden mengubah jalan hidupnya. Ia jatuh dari pohon, mengakibatkan pengapuran tulang belakang.
Dokter memvonisnya cacat seumur hidup: berjalan pincang dan lehernya kaku, sehingga ia memerlukan tongkat untuk berjalan. Akibatnya, ia tak bisa melanjutkan sekolah dan beralih menjadi guru mengaji.
Iqro’: Revolusi Belajar Al-Qur’an dalam Hitungan Bulan
Sebagai guru mengaji, K.H. As’ad Humam terkenal karena kemampuannya mengajarkan membaca Al-Qur’an secara cepat. Metode konvensional seperti Badghadiyah seringkali membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk mencapai kefasihan.
Namun, dengan metode yang As’ad kembangkan, seseorang dapat fasih membaca Al-Qur’an hanya dalam hitungan bulan.
Ia mengajarkan mengaji berdasarkan kata per kata, berjenjang dari yang paling mudah hingga tersulit. Murid-murid memulai dengan huruf dan suku kata sederhana seperti “ba-ta,” “a-ba-ta,” “ja-ja,” sebelum beralih ke kalimat yang lebih panjang.
Cara ini membuat pembelajaran membaca Al-Qur’an menjadi lebih sederhana dan mudah dimengerti, terutama bagi anak-anak. Metode inovatif inilah yang kemudian ia perkenalkan secara luas pada tahun 1983 sebagai Iqro’.
Popularitas dan Dampak Iqro’ di Indonesia dan Dunia
Laporan Gatra pada tahun 1996 menyebutkan, Iqro’ pertama kali diujicobakan kepada anak-anak binaan tim tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla (AMM) Yogyakarta.
Metode ini berkembang pesat di Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an/Taman Pendidikan Al-Qur’an (TKA/TPA) yang AMM bentuk pada tahun 1988. Uji coba membuktikan murid-murid dapat membaca Al-Qur’an lebih cepat secara signifikan.
Keberhasilan ini menarik perhatian pemerintah, yang kemudian melihat metode Iqro’ sebagai cara efektif untuk memberantas buta aksara Al-Qur’an.
Sejak saat itu, penggunaan metode Iqro’ meluas pesat, terutama setelah pemerintah menyebarluaskan rekaman dan buku Iqro’ ke seluruh pelosok Indonesia.
Popularitas Iqro’ tidak hanya terbatas di Indonesia. Umat Muslim di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam juga mulai mengadopsi Iqro’ sebagai metode utama belajar Al-Qur’an.
Jutaan buku Iqro’ telah dicetak dan didistribusikan secara luas. Mitsuo Nakamura menulis, “Sejak itu, buku teks tersebut mempunyai hak cipta, penjualannya secara nasional dan internasional telah membuahkan hasil pemasukan yang cukup besar bagi Tim Tadarus AMM.”
Menariknya, seluruh keuntungan penjualan buku tidak masuk ke kantong pribadi K.H. As’ad Humam. Ia mengalihkan dana tersebut untuk kepentingan umat, seperti membangun pusat pengajian dan sarana keagamaan lainnya.
Sayangnya, K.H. As’ad Humam tidak lama menyaksikan kejayaan karyanya. Ia wafat pada Februari 1996. Saat pemakamannya, Menteri Agama Tarmizi Taher mengenang K.H. As’ad Humam sebagai “Pahlawan Penyelamat Al-Qur’an,” karena berhasil menyelamatkan masyarakat dari kebutaan terhadap kitab suci umat Islam.
Hingga kini, metode Iqro’ tetap menjadi fondasi utama dalam mengajarkan membaca Al-Qur’an di Indonesia dan banyak negara lain.
Komentar