Beranda » Mustika » Janji 19 Juta Lapangan Kerja: Mimpi Indah Di Negri Gemah Ripah

Janji 19 Juta Lapangan Kerja: Mimpi Indah Di Negri Gemah Ripah

Mustikatimes.com– Angka 19 juta lapangan kerja! Kamu mungkin masih ingat, angka bombastis ini pertama kali muncul dalam debat Cawapres Desember 2024.

Bayangkan, 19 juta itu setara dengan gabungan seluruh penduduk Jakarta, Surabaya, dan Kabupaten Bogor lho! Buat kamu yang hari ini masih nganggur atau bahkan calon-calon pengangguran, jangan buru-buru senang dulu.

Ada empat alasan yang mungkin pahit. Alasan-alasan ini menunjukkan bahwa janji 19 juta pekerjaan itu, bisa jadi, hanyalah janji kosong belaka.

1. Angka Tanpa Data: Sekadar Klaim Kampanye?

Alasan pertama, angka ini hanya klaim untuk kebutuhan kampanye. 19 juta lapangan kerja memang terdengar luar biasa, tapi justru karena besar, angka ini harus kita pertanyakan.

Kenapa Justice for Tom Lembong Viral di Media. Berikut Alasanya!

Dari mana asalnya? Bagaimana cara mewujudkannya? Apa sektor prioritasnya? Hingga pertanyaan krusial: dari mana anggarannya?

Sayangnya, jawaban dari semua pertanyaan itu sulit kita dapatkan. Sebab, angka ini tidak didukung riset mendalam. Tentu saja, kita juga tidak menemukan roadmap atau peta jalan yang jelas untuk mencapainya.

Padahal, untuk menciptakan 1 juta lapangan kerja saja, butuh kombinasi apik antara pertumbuhan ekonomi, investasi skala besar, pelatihan tenaga kerja, hingga kebijakan yang mendukung. Apalagi kalau targetnya 19 juta lapangan pekerjaan? Ini butuh strategi yang jauh lebih matang.

2. Realitas PHK Massal: Kontradiksi Mencolok!

Alasan kedua, fakta di lapangan malah menunjukkan hal sebaliknya: banyak terjadi PHK massal. Lucunya, janji 19 juta lapangan kerja ini muncul di tengah gelombang PHK massal yang terus terjadi.

SIM Keliling Kabupaten Bandung Hari Senin 21 Juli 2025, Cek Lokasinya!

Menariknya, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang mengalami PHK sepanjang Januari hingga Desember 2024 mencapai lebih kurang 80.000 orang.

Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan total PHK sepanjang tahun 2023 yang hanya 60.000 orang. Cita-citanya menambah lapangan kerja, tapi kita dengan mudah menjumpai berita soal ribuan pekerja tekstil dan manufaktur terkena PHK.

Bahkan, data pemutusan hubungan kerja karyawan hingga Mei 2025 sudah mencapai 24.000 orang. Perusahaan startup digital mengurangi jumlah karyawan, hingga industri padat karya yang ramai-ramai pindah ke negara lain.

Jadi, alih-alih menambah lapangan kerja, yang bertambah sesungguhnya adalah angka pengangguran.

Wacana Pembatasan WhatsApp Call: Menkominfo Beri Penjelasan

3. Ekspor Tenaga Kerja: Gagal Ciptakan Pekerjaan di Kandang Sendiri?

Alasan ketiga, pemerintah justru terkesan mendorong rakyat mencari kerja ke luar negeri. Kerja ke luar negeri mungkin terdengar biasa saja, tapi sebenarnya ini menyimpan pengakuan pahit: negara gagal menciptakan lapangan kerja yang cukup dan layak di dalam negeri.

Belum lagi, soal risiko. Kerja di luar negeri itu penuh risiko tinggi. Pekerja seringkali menjadi korban kekerasan, korban perdagangan orang, dan sayangnya, minim perlindungan dari negara.

Tiap tahun, jumlah pekerja migran Indonesia yang pemerintah kirim ke luar negeri terus bertambah. Ini artinya, alih-alih mengurangi pengangguran di dalam negeri, pemerintah malah mengandalkan ekspor tenaga kerja sebagai jalan keluar dari sempitnya lapangan kerja di tanah sendiri.

4. Dominasi Pekerja Rentan dan Informal: Bukan Pekerjaan Layak Impian!

Alasan yang keempat, kalaupun ada lapangan kerja baru, mayoritasnya adalah pekerjaan dengan karakter kontrak kerja pendek tanpa jaminan sosial, gaji rendah, hingga kerja aplikasi digital yang dibungkus manis lewat kata “kemitraan”.

Jadi, jangan bayangkan kamu bisa mendapatkan kerja tetap, upah layak, apalagi jenjang karir yang jelas. Yang ada, kamu kerja keras tapi tetap saja hidup dalam kemiskinan.

“19 juta lapangan kerja? Yang benar saja…!”

Gambar

Ilustrasi saat Debat Capres 2024. Sumber : (Akun X @pretendtobeafox)

Jangan terbuai angka-angka bombastis. Sebab, angka bisa diciptakan dan lahir dari janji manis kampanye belaka. Pembukaan lapangan kerja bukan hasil ngegas di podium, melainkan hasil dari perencanaan matang, riset akurat, hingga keberpihakan nyata pada rakyat kecil.

Artikel Terkait