Beranda » Mustika » Dari Langit Abu-abu ke Biru: Perjalanan Tiongkok Memberantas Polusi Udara

Dari Langit Abu-abu ke Biru: Perjalanan Tiongkok Memberantas Polusi Udara

Mustikatimes.com  – Polusi udara adalah krisis global yang tak bisa dianggap remeh. Lebih dari 90% populasi dunia hidup di wilayah dengan kualitas udara di bawah standar aman WHO, menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahun. Di tengah tantangan ini, Tiongkok, yang pernah dijuluki “pabrik dunia” dan terkenal dengan tingkat polusi udaranya yang ekstrem, berhasil menunjukkan terobosan luar biasa. Hanya dalam beberapa tahun, negara Tirai Bambu ini sukses mengurangi polusi udaranya hingga 40%, pencapaian yang bahkan melampaui kecepatan negara maju lainnya. Lantas, bagaimana Tiongkok melakukannya?

Ancaman Polusi dan Kebutuhan Mendesak untuk Beraksi

Selama bertahun-tahun, kota-kota besar di Tiongkok seringkali diselimuti kabut asap tebal, pemandangan yang mengingatkan pada “The Great Smog” London di era Revolusi Industri. Tingginya emisi dari industrialisasi pesat, pembakaran batu bara untuk pemanas di musim dingin, dan badai pasir dari Gurun Mongolia, semuanya berkontribusi pada krisis udara yang mematikan. Partikel PM2.5, sisa pembakaran mikroskopis yang bisa masuk jauh ke dalam tubuh, menjadi ancaman kesehatan utama, menyebabkan berbagai penyakit pernapasan, jantung, bahkan kanker.

Dampak polusi ini bukan hanya pada kesehatan. Tiongkok juga menghadapi kerugian ekonomi besar, mencapai sekitar 6% PDB tahunan atau $38 miliar USD akibat efek samping polusi. Masalah sosial seperti penurunan kesehatan masyarakat dan ketidakpuasan publik juga menjadi tekanan bagi pemerintah. Menyadari urgensi ini, pada tahun 2013, para pemimpin Tiongkok mendeklarasikan “perang” melawan polusi.

Strategi Komprehensif: Dari Pembatasan Hingga Investasi Teknologi

Keberhasilan Tiongkok tidak datang begitu saja, melainkan hasil dari serangkaian langkah drastis dan strategis:

  1. Langkah Darurat Menjelang Olimpiade Beijing 2008: Jauh sebelum “perang” dideklarasikan, Tiongkok sudah mengambil tindakan sementara menjelang Olimpiade Beijing. Larangan operasi 300.000 kendaraan berpolusi tinggi, penghentian proyek konstruksi besar, serta penutupan ratusan pabrik dan pembangkit listrik berhasil membuat langit Beijing biru kembali selama Olimpiade. Pengalaman ini menjadi “gerbang” bagi upaya pembersihan yang lebih luas dan berkelanjutan.
  2. Regulasi Ketat dan Relokasi Industri: Sejak 2013, Tiongkok menerapkan regulasi ketat terhadap aktivitas berpolusi. Pabrik-pabrik direlokasi dari daerah padat penduduk, subsidi diberikan kepada petani untuk mencegah pembakaran lahan, dan pembangkit listrik tenaga batu bara dilarang beroperasi. Industri berat seperti besi dan baja diwajibkan mengurangi kapasitas produksi atau memasang alat pembersih polusi yang mahal, yang akhirnya menyebabkan penutupan banyak pabrik kecil yang tidak mampu beradaptasi.
  3. Pembatasan Kendaraan dan Pemanas Ramah Lingkungan: Pemerintah membatasi jumlah mobil di jalan dan melarang kendaraan berbahan bakar batu bara. Masyarakat didorong untuk beralih dari pemanas batu bara ke gas alam dan listrik. Tiongkok juga menjadi pemimpin global dalam adopsi kendaraan listrik, dengan sekitar 20 juta unit beroperasi di jalanan pada awal 2024, termasuk bus-bus kota yang telah beralih sepenuhnya ke listrik.
  4. Investasi Besar dalam Energi Terbarukan: Selain pembatasan, Tiongkok mengucurkan investasi besar untuk teknologi ramah lingkungan. Pada 2017, mereka berkomitmen mengucurkan $367 miliar USD untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya, angin, hidroelektrik, dan nuklir. Inisiatif ini menunjukkan komitmen jangka panjang Tiongkok terhadap energi bersih.
  5. Sistem Pemantauan dan Akuntabilitas yang Ketat: Tiongkok merevolusi sistem pemantauan polusi. Dari inspeksi acak yang kurang efektif, mereka beralih ke pemasangan ribuan stasiun pemantauan kualitas udara di seluruh negeri. Bahkan, sensor kualitas udara dipasang di taksi untuk mendapatkan data real-time kondisi jalanan. Wali kota yang gagal memenuhi standar kualitas udara di daerahnya akan dipanggil dan diberi peringatan oleh Kementerian Perlindungan Lingkungan, menunjukkan ketegasan pemerintah.
  6. Skema Perdagangan Emisi (ETS): Tiongkok juga meluncurkan Skema Perdagangan Emisi (ETS) pada tahun 2021, yang dengan cepat menjadi pasar karbon terbesar di dunia. ETS membatasi emisi CO2 dengan memberikan kuota karbon kepada perusahaan, yang bisa diperjualbelikan. Ini mendorong perusahaan untuk mengurangi emisi atau membeli kuota tambahan, menjaga total emisi tetap terkontrol.

Hasil Nyata dan Pelajaran untuk Dunia

Upaya Tiongkok membuahkan hasil signifikan. Dari 2013 hingga 2021, polusi PM2.5 secara keseluruhan di Tiongkok berhasil dikurangi sebesar 42%. Di Beijing, penurunan bahkan lebih drastis, mencapai 50% untuk emisi PM2.5 dan 89% untuk emisi sulfur dioksida. Para ahli memperkirakan bahwa jika tren ini terus berlanjut, usia rata-rata penduduk Tiongkok akan bertambah 2,2 tahun, dan di Beijing bisa mencapai 4,2 tahun. Biaya kesehatan dan kerusakan lingkungan akibat polusi juga berkurang drastis.

PHK Massal & Penipuan Kerja: Realita Sulitnya Mencari Kerja di Indonesia

Meskipun tingkat polusi di Tiongkok masih enam kali lebih tinggi dari rekomendasi WHO, keberhasilan mereka dalam mengurangi polusi hingga setengahnya dalam waktu singkat adalah pencapaian yang patut diacungi jempol. Ini membuktikan bahwa dengan kemauan politik yang kuat, investasi besar, dan strategi komprehensif, masalah polusi udara yang kompleks dapat diatasi.

Keberhasilan Tiongkok menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain, terutama di Asia Selatan yang emisinya terus meningkat. Pertanyaannya, mampukah negara-negara lain, termasuk Indonesia, meniru langkah drastis dan efektif yang telah dilakukan Tiongkok untuk menciptakan udara yang lebih bersih bagi warganya? Diskusi lebih lanjut tentang adaptasi model ini tentu akan sangat bermanfaat bagi masa depan kualitas udara global.

Artikel Terkait

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *