Beranda » Mustika » Cewek-Cewek Saling Nyinyir: Kok Bisa Sih? Ngulik Tren “Pick-Me” yang Bikin Geger Medsos!

Cewek-Cewek Saling Nyinyir: Kok Bisa Sih? Ngulik Tren “Pick-Me” yang Bikin Geger Medsos!

mustikatimes.com – Konten viral di medsos yang ngetawain cewek “pick-me” nunjukkin banget kalo musuhan antar cewek itu kuat. Kenapa ya bisa begini?

Siapa Sih “Pick-Me Girl” Itu? Fenomena yang Bikin Kamu Geleng-Geleng!

Buat yang hobi mantengin TikTok atau Instagram, nama Riri Bichri pasti nggak asing. Influencer kece asal Amerika Serikat ini terkenal banget karena konsisten bikin video impersonasi tentang cewek-cewek yang kelakuannya “pick-me”.

Video-videonya Riri ini kocak abis! Dia niru gaya cewek yang maksa banget mau pake kaos oblong olahraga di kawinan temennya biar nggak ribet dandan. Lalu, ada juga yang males-malesan diajak belanja sama temennya.

Atau, yang paling bikin KZL, cewek yang maunya monopoli temen-temen cowoknya pas lagi mabar video game. Duh!

Tentu saja, Riri bukan satu-satunya “pick-me girl” impersonator. Di jagat digital yang luasnya seluas samudra, banyak banget cewek lain yang ngulik tema konten serupa. Akibatnya, kolom komentar video-video ini penuh sama cewek-cewek.

Oki Rengga Siap Bikin Ngakak! Catat Tanggal Special Show “KENAPA MARAH?!” di TIM!

Mereka kompak ngasih jempol dan setuju banget kalo kelakuan “pick-me” ini emang nyebelin.

Konten kayak gini terus-terusan diproduksi, diulang-ulang, dan gampang banget dicerna sebagai “kebenaran” buat para netizen yang doyan hiburan kayak gini.

Bahaya Julukan “Pick-Me”: Dari Guyonan Jadi Bumerang!

Yang bikin miris, tren viral “pick-me” ini pelan-pelan nyusup jadi istilah yang justru merendahkan dan melecehkan cewek.

“Kehadiran drama-drama kayak gitu di TV dan medsos bikin semua orang bisa terus-terusan nambahin daftar komplain yang ngritik ‘pick-me girl’. Lama-lama, semua kriteria bisa dibilang ‘pick-me’. Pada akhirnya, tren ini malah ngelanggengin seksisme yang padahal udah kita kecam keras,” kata Christina Riley, dosen Critical Race Gender and Culture Studies dari American University Washington DC.

Pertanyaan besarnya kemudian, di tengah-tengah tren “pick-me” ini, kenapa cewek bisa jadi keras dan kasar sama sesama cewek?

Vindes Buka Lowongan: Kerja di VINDES Bukan Cuma Numpang Absen Doang, Lho.

Selain itu, kenapa kok lebih gampang ya buat para content creator bikin materi yang isinya ngejek cewek, daripada bikin ruang diskusi atau kritik yang membangun?

“Internalized Misogyny”: Saat Perempuan Ikut Membenci Perempuan

Fenomena “pick-me” ini bisa kita sebut sebagai “internalized misogyny” alias misogini yang udah mendarah daging. Ini semacam kebencian terhadap perempuan yang nggak cuma dianut sama cowok, tapi juga sesama cewek!

Ini dia konsekuensi dari penindasan terhadap perempuan yang udah ngakar kuat selama berabad-abad. Cewek yang mengidap “internalized misogyny” bakal nyebarin ide-ide seksis ke sesama perempuan. Alhasil, terciptalah rivalitas di dalam kelompok.

Topik rivalitas antarcewek ini pernah diteliti sama Kira K. Means dalam tesisnya, “Not Like Other Girls: Implicit and Explicit Dimensions of Internalized Sexism” (2021).

Means membuka risetnya dengan kutipan Olivia Caridi, kontestan reality show Amerika Serikat “The Bachelor” musim ke-20 (2016).

Rebahan for Life, Fenomena Anak Muda Korsel!

“Rasanya berat buat nyambung [sama cewek lain]. Semua orang di sini demen banget sama, kalian tahu lah, ngecat kuku sama nyalon. Itu bagus-bagus aja, tapi aku beda. Aku suka baca buku dan, ya, mikir. Itu yang aku lakuin,” jelas Caridi.

Pernyataan Caridi tentang cewek-cewek lain di The Bachelor ini ngingetin kita sama pandangan yang sering nuduh perempuan itu dangkal dan males mikir serius.

“Villian” atau Korban Evil Editing? Pelajaran dari Olivia Caridi

Menariknya, Means nemuin beberapa respondennya, yang semuanya cewek, setuju sama stereotip tentang gender mereka. Bahkan, sekitar 77 persen penonton The Bachelor itu perempuan, dan kemungkinan besar mereka juga ikutan nge-hujat Caridi.

Di era sekarang, netizen pasti gampang banget nuduh Caridi sebagai “pick-me girl”. Terlebih lagi, Caridi akhirnya jadi “primary villian” alias penjahat utama selama kompetisi.

Pandangan Caridi tentang perempuan emang salah kaprah. Namun begitu, di sisi lain, ngejek atau ngolok-olok pandangannya itu juga bukan hal yang tepat.

Dalam wawancaranya sama Refinery29, julukan “villian” dan tudingan-tudingan jahat lain sempat bikin Caridi punya tendensi buat ngakhirin hidupnya setelah acara tayang.

Dia ngaku jadi korban “evil editing” yang produser serial lakukan buat nyari sosok penjahat di musim itu.

Lingkaran Setan Misogini: Kenapa Cewek Saling Nyinyir?

Karakter cewek jahat di TV yang penonton terbesarnya perempuan itu bukan hal baru. Cuma, daripada kita mempertanyakan dan ngritik pilihan produser, kita lebih gampang nemuin komentar hujatan dari sesama cewek.

Pola berulang kayak gini harusnya kita hapus. Akan tetapi, bikin konten yang isinya musuhan antarperempuan kemungkinan besar emang lebih narik penonton dan lebih untung secara bisnis.

Tontonan TV sampai konten medsos tentang perseteruan cewek versus cewek ini secara nggak langsung bikin “internalized misogyny” makin mendarah daging.

Sebagai contoh, Sorana-Alexandra Constantinescu dalam studinya di jurnal Research on Social Change (2021) nemuin kalo “internalized misogyny” itu nggak cuma muncul terang-terangan (kayak di The Bachelor), tapi juga bisa nyelip di mana aja dengan cara yang lebih halus, termasuk di berbagai teori gender.

Terus, gimana sih misogini bisa nyelip ke cewek-cewek? Constantinescu punya pendapatnya:

“Salah satu penjelasan paling masuk akal adalah perempuan takut kehilangan penghargaan sosial (dalam bentuk penerimaan yang disertai dengan mengadopsi sikap dominan). Self-stereotyping juga berfungsi untuk meningkatkan kepercayaan diri pribadi dan kelompok,” tulis Constantinescu.

Self-stereotyping” itu terjadi waktu seseorang dari kelompok tertentu ngedeskripsiin dirinya sesuai label atau stereotip negatif yang nempel di kelompoknya. Dalam konteks ini, cewek bakal bertingkah sesuai label-label yang masyarakat di sekitarnya harapkan. Misalnya, biar bisa jadi “perempuan sejati”.

Kontrol sosial kayak gini yang akhirnya bikin beberapa cewek takut atau khawatir dilabeli, contohnya, sebagai feminis yang pembangkang.

Jangan Diam Aja! Lawan Narasi Toxic Ini!

Ke depan, istilah dan narasi yang nyudutin cewek bisa jadi bakal terus bermunculan. Bahkan, beberapa cewek yang kita kenal mungkin bakal ikutan nyebarin.

Lalu, apa dong yang bisa kita lakuin buat ngelawan narasi toxic ini dan ngehalau potensi bahayanya?

Nggak ada cara paling bener selain terus belajar ngulik dimensi lain dari tren-tren yang sliweran di jagat medsos dan rajin ngelatih kemampuan berpikir kritis.

Selain itu, jangan sungkan juga buat ngasih edukasi ke orang-orang terkasih, sahabat, dan keluarga di sekitar kita biar nggak ngebiasain sikap keras, apalagi nyudutin, ke sesama cewek.

Setuju nggak nih?

Facebook Comments Box