Mustikatimes.com- Sebuah video viral di media sosial mengabarkan buruh jahit asal Pekalongan, Ismanto, mendapat tagihan pajak hingga Rp 2,8 miliar.
Kabar ini sontak membuat heboh, namun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan segera memberi klarifikasi.
Kepala KPP Pratama Pekalongan, Subandi, membenarkan bahwa pegawainya mendatangi rumah Ismanto. Mereka datang bukan untuk menagih pajak, melainkan untuk memverifikasi data.
Sistem DJP mendeteksi adanya transaksi senilai sekitar Rp 2,9 miliar yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atas nama Ismanto.
Data ini berasal dari Kantor Pusat DJP pada 2021 yang menunjukkan sebuah perusahaan memakai NIK Ismanto dalam transaksi.
“Ini adalah proses bisnis yang biasa kami lakukan dan sudah sesuai dengan ketentuan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Rosmauli, pada Senin (11/8).
Rosmauli menjelaskan, Ismanto mengakui NIK yang tertera di dokumen itu miliknya, tetapi ia membantah melakukan transaksi tersebut. DJP akan menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan identitas ini.
“Kami akan melakukan penelitian terhadap pihak-pihak yang sesungguhnya melakukan transaksi ini,” ujarnya.
Kronologi Sebenarnya: Video Iseng Berujung Salah Paham
Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah I, Nurbaeti Munawaroh, menjelaskan kronologi sebenarnya. Pelanggan Ismanto membuat video viral itu pada Rabu (6/8) malam saat mengantarkan bahan jahitan.
Awalnya, video iseng itu hanya untuk bercanda, tetapi ia mengunggahnya ke akun Instagram @Pekalongantrending pada Kamis (7/8) tanpa izin Ismanto.
Ismanto segera meminta pelanggannya untuk menghapus video tersebut karena informasinya tidak benar.
“Berdasarkan kronologi ini, kami menyatakan bahwa video dari akun Instagram @Pekalongantrending dan media yang menyebarkannya tidak benar dan menyesatkan,” kata Nurbaeti dalam pernyataan tertulisnya.
Nurbaeti juga mengimbau para wajib pajak agar tidak panik jika mendapat surat atau imbauan dari Kantor Pelayanan Pajak, sebab tidak semua surat itu adalah tagihan.
Jika Anda mendapat surat seperti itu, hubungi KPP terdekat untuk mendapat penjelasan.
“Kami juga mengimbau agar wajib pajak lebih berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan data perpajakan supaya pihak yang tidak bertanggung jawab tidak menyalahgunakannya,” pungkas Nurbaeti.