Beranda » Mustika » Barasuara ‘Jalaran Sadrah’: Nggak Cuma Jago Nge-Rock, Tapi Punya Vibe Estetik yang Bikin Nagih!

Barasuara ‘Jalaran Sadrah’: Nggak Cuma Jago Nge-Rock, Tapi Punya Vibe Estetik yang Bikin Nagih!

mustikatimes.com- Dulu pas ngomongin album kedua Barasuara, Pikiran dan Perjalanan, gue sempat bahas soal Teduhsuara sama Penunggang Semilir.

Nah, di album ketiga mereka, Jalaran Sadrah, Barasuara sukses buktiin kalau “bara” itu nggak harus selalu nyala dan membara-bara doang. Mereka bisa santai, tapi tetap nampol!

“Antea” Bikin Terpana: Pembuka Album yang Epic Abis!

Barasuara punya kekuatan utama di aransemen musik, notasi nada, sama diksi liriknya yang estetik parah. Semua itu nyampur jadi satu di lagu pembuka, “Antea”, yang durasinya sekitar enam menitan.

Hook vokal sama musiknya sama-sama kuat dan catchy, plus musiknya nge-beat abis, sound gitar elektriknya renyah, dan snare-nya bikin kepala auto ngangguk.

Lagu paling panjang di album ini punya banyak banget bagian seru, ada jatah solo gitar, solo terompet, solo gitar akustik yang main ritme, sampai solo vokal bersahutan.

Reformasi Hunian : Solusi Rumah Terjangkau dan Layak untuk Semua!

Jebakannya? Lagu enam menit ini kayak nggak ada habisnya. Tapi, tenang aja, dinamika yang cantik berhasil bikin kita lupa sama durasinya yang panjang itu. Keren banget!

Dari Nge-Rock Sampai Bikin Syahdu: Dinamika Album yang Nampol!

Telinga rasanya capek denger yang jedag-jedug terus? Tenang, Iga dkk. punya jawabannya! Ada lagu kedua, “Etalase”, yang nuansanya indierock banget. Rock simpel tiga jurus tanpa basa-basi langsung hajar telinga. Seru, ringan, dan catchy. Bagian outro-nya kedengeran ringan kayak lagi pesta, bikin mood auto naik!

Soal dinamika, album ketiga ini jitu banget. Selain lagu-lagu “panas”, Barasuara juga nyediain lagu-lagu “penawar” yang bikin flow album jadi menarik.

Contohnya, “Habis Gelap” yang groovy abis! Gue bayangin pas di panggung, lagu ini bisa mereka mainin cuma pake gitar aja sama beat tipis drum sederhana, tapi punya potensi bikin koor massal. Dijamin pecah!

“Biyang” & “Hitam dan Biru”: Vokal Biduanita yang Bikin Merinding!

Favorit gue sih “Biyang”. Asteriska sepenuhnya menulis lirik dan menyanyikan lagu ini. Lagunya sepi dan syahdu, cuma diiringi gitar elektrik, tapi langsung berasa magis pas Sujiwo Tejo nyamber dengan notasi vokal kejawen dan Asteriska nyinden.

Boaz Solossa: Patah Akan Tumbuh, Yang Tumbuh Jadi Tangguh

Lagu spesial ini jadi komposisi penting yang nggak bakal terlupakan di seluruh katalog Barasuara. Ada juga lagu “Hitam dan Biru” di mana Puti Chitara menjadi penyanyi utama, bergantian dengan Asteriska.1 Para Bara-biduanita memberikan sentuhan berbeda pada lagu bertenaga ini, yang hadir sebagai penyanyi utama.

Favorit gue selanjutnya adalah “Terbuang Dalam Waktu”. Nomor ini punya sentuhan musik pop nostaljik yang bikin kangen masa lalu. Iga Massardi bernyanyi rendah kayak crooner, membawakan bait dengan notasi vokal zaman dulu diiringi irama drum dan bassline bergaya retro yang dimainin Marco dan Gerald Situmorang.

Ending-nya, lagu “Manusia (Sumarah)” hadir dengan plot twist yang nggak disangka-sangka. Intro penuh amarah yang menghentak tiba-tiba berubah jadi funky, lalu bermanuver jadi progresi kord dan notasi vokal yang nge-pop dengan lirik yang dalem banget:

“Kita hidup di bawah tujuh langit, dunia / Kan berputar pada porosnya / Kita semua / Dituliskan takdirnya // Langit berhias gemintang, bintang / Bertukar pandangan / Manusia / Debu dalam semesta”2

Lirik Barasuara: Makin Jujur dan Mengena!

Ngomongin lirik, kita tahu banget keunggulan Iga Massardi dalam menulis lirik di Taifun, serta duet Iga dan Gerald Situmorang dalam lirik Pikiran dan Perjalanan. Tapi kali ini, kita perlu memberikan sorotan pada Asteriska yang juga sosok terdepan di panggung Barasuara.

Mesut Ozil: Antara Maestro Sepak Bola, dan Warisan yang Abadi

Di lagu “Biyang”, Asteriska mengangkat sosok Dewi Kunthi dari kisah Mahabharata dengan selipan bahasa Jawa. Gila, keren banget!

Kelugasan lirik Barasuara kali ini juga gampang banget kebaca di “Etalase” dan “Fatalis” yang liriknya apa adanya, nggak diselimutin sama estetika bahasa khas Barasuara yang ribet. Ini selaras banget sama apa yang udah Asteriska lakukan.

Pada akhirnya, Jalaran Sadrah ini menjadi kerja kolektif Barasuara yang paling solid. Album ini juga membuktikan Barasuara tidak sekedar meledak dan membara, namun mampu bermain dinamika dengan baik sehingga album ini menjadi yang paling dinamis dalam katalog mereka.3

Kekurangan Sedikit, Potensi Besar!

Kalau ada kekurangan, mungkin gue penasaran banget bakal jadi apa Barasuara kalau para Bara-biduanita, Asteriska dan Puti Chitara, mendapatkan porsi yang lebih banyak.

Atau bahkan melampaui porsi Iga Massardi. Jadi, mereka bisa hadir lebih lengkap sebagai penyanyi di Barasuara, nggak cuma sekadar ngiringin Iga Massardi doang. Gimana menurut lo? Udah denger albumnya?

Facebook Comments Box