mustikatimes.com– Siapa sih yang gak kenal Roy Suryo Notodiprojo? Cowok kelahiran Yogyakarta, 18 Juli 1968 ini, dulunya sering banget nongol di TV jadi “dukun” alias pakar telematika.
Tapi, perjalanannya gak cuma ngoprek komputer doang; dia juga pernah nyicipin kursi menteri dan, ya, beberapa kali bikin heboh jagat maya.
Dulu Kuliahnya Apaan sih?
Meski kelihatannya jago banget soal teknologi, Roy ini aslinya lulusan Komunikasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Jadi, bukan anak Teknik Komputer atau Informatika gitu. Tapi, dari situ, dia emang udah demen banget ngulik soal telekomunikasi dan informatika (disingkat jadi telematika).
Gara-gara pengetahuannya yang oke soal digital, forensik multimedia, sampai seluk-beluk internet, dia jadi orang yang paling dicari kalau ada kasus-kasus yang bau-bau teknologi.
Mendadak Jadi “Dukun” Digital
Nama Roy Suryo mulai melambung tinggi pas awal 2000-an. Tiap ada berita heboh soal video atau foto yang diragukan keasliannya, dia pasti diundang jadi narasumber.
Skill-nya dalam ngebongkar asli enggaknya sebuah rekaman video atau foto, ditambah kemampuannya ngejelasin hal-hal teknis yang bikin puyeng jadi bahasa yang gampang dimengerti, bikin dia jadi pakar idola.
Beberapa kasus gede yang pernah dia “sentuh” antara lain:
- Nganalisis video-video “panas” artis terkenal.
- Ngecek keaslian foto-foto yang viral di medsos.
- Sampai jadi saksi ahli di pengadilan buat kasus-kasus siber.
- Orang Yang memprotes keasial Ijasah Jokowi
Julukan “Pakar Telematika” itu kayak udah nempel banget sama dia. Tiap muncul, pasti jadi perhatian, apalagi kalau analisisnya kadang rada kontroversial, tapi didukung data teknis yang bikin manggut-manggut.
Nyemplung ke Dunia Politik
Selain wira-wiri di dunia telematika, Roy juga ikutan nyemplung ke politik. Dia gabung sama Partai Demokrat dan akhirnya terpilih jadi anggota DPR RI periode 2009-2014, mewakili daerah asalnya, Yogyakarta. Di sana, dia duduk di Komisi I yang ngurusin Pertahanan, Luar Negeri, sama Informasi—pas banget sama keahliannya soal telematika.
Puncaknya, tanggal 15 Januari 2013, dia dilantik jadi Menteri Pemuda dan Olahraga di zamannya Presiden SBY. Penunjukannya ini sempet bikin geger, ada yang setuju ada juga yang enggak, soalnya kan dia bukan dari background olahraga banget.
Tapi, dia tetep jalanin tugasnya sampai masa kabinet selesai di tahun 2014. Selama jadi menteri, dia fokus sama program-program olahraga dan kepemudaan, meskipun tantangan kayak persiapan Asian Games atau masalah duit sering jadi PR gede.
Sering Bikin Heboh (Kontroversi yang Melekat)
Nah, ini nih, bagian yang bikin Roy Suryo makin dikenal. Selama kariernya, dia itu kayak gak pernah jauh-jauh dari sorotan dan omongan orang. Beberapa kasus yang paling diingat:
- Kasus Bendera Merah Putih Terbalik: Tahun 2018, dia sempat tersandung masalah gara-gara dugaan unggah meme bendera merah putih terbalik di medsos. Ini langsung bikin netizen panas dan berujung ke meja hukum.
- Barang Negara yang Ngalong: Setelah gak jadi menteri, dia sempat jadi berita karena dikabarin belum balikin beberapa barang milik negara. Walaupun akhirnya semua barang itu udah balik, isu ini sempat jadi obrolan hangat.
- Analisisnya Dikritik: Meski pakar, analisis telematikanya juga kadang dapet kritikan dari pakar lain atau publik yang ngerasa dia terlalu buru-buru atau kurang lengkap.
Kontroversi-kontroversi ini nunjukkin kalau perjalanan karier Roy Suryo itu penuh drama, antara dipuji karena keahliannya dan disorot karena tingkah atau omongannya.
Kehidupan Pribadi dan Jejaknya
Di luar urusan politik dan teknologi, Roy Suryo ini udah berkeluarga dengan Ismarina Indahsari dan punya tiga anak. Dia juga punya hobi unik lho, kayak koleksi barang-barang antik dan demen otomotif.
Terlepas dari segala kontroversi yang pernah ada, satu hal yang patut diakui: Roy Suryo ini punya peran penting banget dalam bikin orang Indonesia melek soal telematika.
Dia itu salah satu orang pertama yang berhasil ngejelasin teknologi canggih ke publik dengan bahasa yang gampang, khususnya di urusan forensik digital. Jejaknya, baik sebagai pakar maupun politisi, tetep jadi bagian dari sejarah teknologi dan politik di Indonesia.
