Olahraga
Beranda » Mustika » Gagal ke Piala Dunia 2026: Tragedi Keputusan Kontroversial dan Tuntutan Pertanggungjawaban

Gagal ke Piala Dunia 2026: Tragedi Keputusan Kontroversial dan Tuntutan Pertanggungjawaban

JAKARTA, Mustikatimes.com – Asa Timnas Indonesia untuk melaju ke Piala Dunia 2026 harus kembali pupus setelah takluk 0-1 dari Irak dalam laga lanjutan Ronde Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di King Abdullah Sports City, Jeddah, Minggu (12/10/2025). Kekalahan ini bukan sekadar hasil di lapangan, namun juga memicu kembali perdebatan sengit mengenai keputusan-keputusan strategis di tubuh PSSI, terutama terkait penggantian pelatih di tengah perjuangan krusial.

Analisis Pertandingan: Pemain Sudah Berjuang, Skema Permainan Dipertanyakan

Tim Garuda tampil dengan semangat juang tinggi. Nama-nama seperti Kevin Diks dan Calvin Verdonk menunjukkan performa yang militan. Pemain-pemain naturalisasi maupun lokal tampak mengeluarkan seluruh kemampuan. Gol tunggal Irak yang dicetak oleh Zidan Iqbal, salah satu pemain kunci yang diwaspadai, di menit ke-75 menjadi penentu.

Namun, yang menjadi sorotan tajam adalah minimnya efektivitas serangan. Statistik mencatat, Indonesia hanya mampu melepaskan satu shot on goal yang tidak berbahaya sepanjang 103 menit pertandingan. Hal ini mengindikasikan masalah mendasar pada skema permainan dan taktik di bawah asuhan Patrick Kluivert.

🍦 INFO LOWONGAN KERJA MIXUE CEPU BLORA TERBARU!

“Pemain sudah menjalankan fungsinya dengan baik, Bos. Benar-benar dengan baik. Skemanya aja enggak jalan, sistemnya aja enggak jalan. Harus gua bilang kayak gitu ya. Pelatih medioker,” ungkap seorang pengamat sepak bola usai laga, menyuarakan kekecewaan publik.

Masuknya pemain pengganti seperti Ole Romeny dan Sananta di babak kedua juga tak mampu mengubah keadaan. Ketiadaan pressing yang jelas saat tertinggal dan minimnya respons taktik terhadap pergantian strategi lawan, seperti masuknya Zidan Iqbal, semakin menguatkan kritik terhadap kapabilitas tim kepelatihan.

Kontroversi Pemecatan STY dan Tanggung Jawab PSSI

Kegagalan ini tak terlepas dari keputusan kontroversial Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, yang sebelumnya memecat pelatih Shin Tae-yong (STY) di tengah kompetisi, meski STY dianggap telah berhasil membangun fundamental tim dan mengembalikan optimisme masyarakat terhadap Timnas.

LOWONGAN KERJA TERBARU BOJONEGORO: Dicari CREW BISTRO dan CREW DAPUR!

Pemecatan STY digantikan oleh Patrick Kluivert, sebuah perjudian besar yang kini dinilai sia-sia. Indonesia tidak lolos ke Piala Dunia 2026, harus menanggung biaya kompensasi, dan kini harus memulai lagi dari nol.

“Keputusan kontroversialnya memecat STY di tengah betapa gentingnya, enggak ada turnamen yang lebih genting lagi yang pernah diikutin Indonesia. Pelatih yang membangun fundamental tim, pelatih yang berhasil menghidupkan cinta kepada sepak bola dari masyarakat Indonesia, dipecat di tengah kompetisi,” ujarnya.

Publik kini menuntut pertanggungjawaban atas keputusan berani yang berakhir tragis ini. “Sekarang tinggal kita tanya Pak RT, bentuk pertanggungjawabannya atas keputusan yang sangat berani itu yang untuk merah putih ini, untuk timnas Indonesia ini apa, Pak?” tanyanya.

Analisis dan Kritik Menu Makan Bergizi Gratis: Fokus pada Telur Balado dan Kecocokan untuk Anak

Tuntutan Mundur dan Suara Masyarakat

Kini, fokus tuntutan mengarah kepada Patrick Kluivert. Dengan rekor dan filosofi permainan yang dipertanyakan, serta kegagalan mencapai target, desakan agar Kluivert mundur semakin menguat. “Gua berharap Patrick Kluivert bisa sadar diri dan langsung mundur. Sesuatu sedikit yang bisa dia selamatkanlah. At least harga dirinya,” tegasnya.

Pernyataan-pernyataan yang menganggap Timnas adalah “proyek ET” atau mencoba menyalahkan ekspektasi masyarakat dianggap sebagai gaslighting dan bentuk pengkhianatan.

“Timnas itu belong masyarakat Indonesia, bukan belong ke ketua federasi. Ini bukan project siapapun,” tegasnya, menyoroti bahwa dukungan masyarakat selama ini adalah modal utama Timnas, bukan semata-mata ‘proyek’ pribadi.

Pengamat ini berharap agar PSSI, di bawah kepemimpinan Erick Thohir, berani mengambil keputusan tegas, termasuk memecat Kluivert, sebagai bentuk pertanggungjawaban dan keseriusan untuk membangun kembali Timnas demi masa depan, yang harus menunggu lima tahun lagi hingga Piala Dunia 2030.

“Kita bakal trust the process… tapi enggak dengan orang bernama Pak Patrick Kluivert ini. It’s not trust the process.”

Artikel Terkait