Opini Suara Warga Wawasan & Edukasi
Beranda » Mustika » Menganalisis Akar Masalah: Siswa SMP Belum Lancar Membaca

Menganalisis Akar Masalah: Siswa SMP Belum Lancar Membaca

mustikatimes.com – Dunia pendidikan kembali disorot setelah temuan mengejutkan dari Kabupaten Buleleng, Bali. Ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah tersebut diketahui belum bisa membaca dan menulis. Fakta ini sontak mengundang perhatian publik dan menimbulkan banyak pertanyaan: kenapa ini bisa terjadi?

Temuan ini bukan kasus tunggal. Di media sosial, publik juga kerap menjumpai video yang menunjukkan siswa SMA kesulitan menghitung operasi matematika dasar. Fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan literasi dan numerasi di Indonesia memang sudah sangat mengkhawatirkan.

Padahal, kita tidak perlu menunggu data dari lembaga internasional seperti OECD atau skor PISA untuk menyadari masalah ini. Cukup amati lingkungan sekitar atau berita lokal, dan kita bisa lihat sendiri bahwa ada krisis dalam pendidikan dasar di negeri ini.

Mahasiswa KKN UIN Walisongo Warnai Haul Simbah Cikal Bakal di Krajan

Bukan Sekadar Angka, Ini Tentang Fondasi Bangsa

Penelitian Piaget sekitar enam tahun lalu menyebutkan bahwa kemampuan membaca lulusan sarjana di Jakarta bahkan berada di bawah anak SMP di Denmark. Menyedihkan? Ya. Tapi justru ini harus jadi alarm keras.

Masalah ini bukan sekadar tentang ‘anak-anak yang malas belajar’. Ini tentang kegagalan sistemik. Anak-anak ini adalah korban dari sistem pendidikan yang belum memberikan fondasi kuat. Dan tentu saja, tanggung jawab tidak bisa dibebankan pada mereka, tapi pada kita—orang dewasa dan negara.

Salah Jalan: Mengadopsi Sistem dari Negara yang Sudah Maju?

Sering kali dalam diskusi pendidikan, muncul argumen seperti, “Di Finlandia tidak ada ujian nasional, tapi sistem pendidikannya unggul,” atau “Di Jepang, anak-anak diajar sopan santun dulu sebelum akademik.”

PT PAMA Buka Lowongan Kerja, Daftar Sebelum 10 Agustus 2025

Tapi perbandingan seperti itu tidak selalu relevan. Ibarat membangun rumah, kalau bangunan kita masih di tahap fondasi, masa langsung mau pasang genteng kayak tetangga yang rumahnya sudah dua lantai?

Setiap negara punya tahapan dan kebutuhan yang berbeda. Indonesia, menurut studi yang dirilis Zenius dengan mengacu pada penelitian McKinsey, masih berada di level dasar atau poor dalam sistem pendidikan. Artinya, kita butuh sistem dan kurikulum yang fokus menguatkan kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung terlebih dahulu.

Dua Kunci Penting: Guru dan Sistem Evaluasi

Agar bisa naik dari level poor ke fair, ada dua fokus utama yang perlu dibenahi:

Kode Redeem FF 31 Juli 2025 Terbaru: Klaim Hadiah Premium Sekarang!

  1. Kompetensi Guru
    Guru harus dibekali dengan kemampuan dasar yang solid, serta kemampuan untuk mengajarkan itu kepada siswa. Ini bisa didukung lewat kolaborasi dengan platform belajar online seperti Zenius, Ruangguru, Pahamify, dan lainnya. Teknologi harus dimanfaatkan untuk menyebarkan akses pembelajaran berkualitas secara merata.

  2. Evaluasi Standar Nasional
    Diperlukan sistem asesmen yang konsisten, objektif, dan independen untuk mengukur kemajuan murid. Bukan hanya sekadar meluluskan siswa asal-asalan, tapi memastikan ada progress nyata. Naik kelas dan lulus bukan karena belas kasihan, tapi karena kompetensi.

Selain itu, sistem insentif juga perlu diarahkan kepada sekolah dan guru yang mampu mencetak peningkatan signifikan pada kemampuan dasar siswa. Bukan hanya dari hasil akhir, tapi dari loncatan progres yang dicapai.

Transparansi dan Kolaborasi Jadi Kunci

Untuk memastikan semua program berjalan efektif, data capaian belajar harus transparan dan bisa diakses publik. Ini penting agar anggaran pendidikan yang besar benar-benar terukur hasilnya, bukan sekadar habis untuk pengecatan sekolah atau pembelian bangku.

Pemerintah juga bisa melibatkan kampus, lembaga riset, dan industri teknologi untuk membantu proses evaluasi dan pengukuran hasil belajar secara nasional.

Jangan Cuma Cetak Segelintir Jenius

Tugas pendidikan publik bukan hanya mencetak anak-anak jenius yang bisa menang Olimpiade. Itu penting, tapi yang lebih mendesak adalah memastikan seluruh anak punya kemampuan dasar yang baik.

Karena dari fondasi itulah, kita bisa membangun generasi yang siap belajar hal-hal lebih kompleks dan menjadi warga negara yang mampu berpikir kritis, mengambil keputusan, dan berinteraksi dengan baik di masyarakat.

Kalau fondasinya rapuh, sehebat apa pun teknologi atau kurikulum yang dipakai, semua akan ambruk. Jadi, mari bangun fondasinya dulu—dengan serius dan bersama-sama.

Artikel Terkait