Jakarta, mustikatimes.com- Sering banget enggak sih, lihat orang debat di media sosial tapi kok rasanya muter-muter aja, enggak nyambung? Aku sering!
Nah, debat kusut kayak gitu tuh biasanya karena kita lupa atau belum paham dua ide dasar penting dalam cara kita mikir: Pernyataan Deskriptif dan Pernyataan Preskriptif.
Padahal, kalau kita ngerti dua konsep ini, obrolan kita di mana pun bisa jadi lebih enak dan jernih.
Bedah Singkat: Apa Sih “Descriptive” dan “Prescriptive” Itu?
Yuk, kita bongkar artinya biar gampang dicerna:
-
Pernyataan Deskriptif: Ini tuh cuma ngomongin kenyataan apa adanya. Enggak ada embel-embel nilai baik-buruk atau perasaan positif-negatif. Cuma ngejelasin doang.
- Contoh: “Rumah Raffi Ahmad gede banget.” Kalimat ini cuma bilang ukuran rumahnya, enggak ngasih nilai apakah rumah gede itu bagus atau jelek, atau Raffi harus punya rumah segede itu atau enggak.
-
Pernyataan Preskriptif: Nah, kalau ini ngomongin kenyataan yang seharusnya. Isinya bisa penilaian (baik/buruk), perasaan (positif/negatif), atau ngejelasin kondisi ideal.
- Contoh: “Seharusnya, orang yang belum punya keluarga enggak boleh punya rumah segede rumah Raffi Ahmad.” Kalimat ini jelas banget nunjukkin enggak setuju sama orang single yang punya rumah gede.
Intinya, konsep descriptive dan prescriptive ini pondasi penting buat kita mikir lurus. Seringnya, kalau kita enggak paham ini, obrolan jadi ribet. Makanya, penting banget buat kita semua ngertiin ini baik-baik.
Contoh Nyata: Debat Medsos yang Bikin Pusing
Coba kita lihat lagi contoh debat dua netizen tadi:
Netizen A nulis: “Banyak kasus pelecehan seksual kejadiannya sama cewek yang bajunya kebuka. Lebih dari separuh kejadiannya malah pas malam hari.”
Netizen B bales: “Cewek lagi nih yang disalahin! Cewek dilecehin kok malah bajunya yang disalahin, otaknya pelaku aja tuh yang error!”
A jawab lagi: “Bisa dilihat kok di laporan dari lembaga ini, data bilang sebagian besar kasus pelecehan seksual itu korbannya pakai baju terbuka dan kejadiannya memang pas malam hari.”
B enggak mau kalah: “Susah ya ngomong sama orang misoginis! Tiap tahun ada ribuan cewek jadi korban pelecehan. Kita ini bukan ngurusin pelakunya, malah sibuk nyalahin cewek pakai baju apa atau keluar malam atau enggak.”
Kebayangkan kan, betapa ribetnya? Apa yang A sampaikan itu Pernyataan Deskriptif (fakta data yang dia lihat). Tapi, si B nanggepnya kayak Pernyataan Preskriptif (seolah-olah A lagi nyalahin korban atau ngasih saran yang enggak enak).
Akibatnya, A ngejelasin fakta, eh B malah ngomel-ngomel soal yang seharusnya. Jadi deh, kayak peribahasa, “Jaka Sembung naik kuyang, enggak nyambung sayang.”
Gimana Cara Balas Omongan “Descriptive” dan “Prescriptive” yang Pas?
Penting banget nih paham bedanya biar kita bisa nanggepin omongan orang dengan bener.
Kalau Balas “Pernyataan Deskriptif”
Kalau ada yang ngomong hal yang sifatnya deskriptif (kayak Netizen A tadi), cara nanggepin yang pas itu ngecek dulu kebenaran datanya.
-
Kalau datanya bener: Ya sudah, enggak ada yang perlu diperdebatkan. Tapi, kita bisa buka obrolan baru yang sifatnya preskriptif.
- Contoh jawaban yang nyambung: “Datanya memang benar. Tapi, aku mau nambahin sedikit ya soal ini. Walaupun ada kecenderungan pelecehan seksual terjadi sama orang dengan pakaian atau di waktu tertentu, kita enggak boleh sampai bikin kebijakan yang melarang orang pakai baju tertentu atau pergi malam.”
Ini sama aja kayak kalau ada data yang bilang banyak kasus pembunuhan terjadi sama orang yang sendirian di rumah. Solusi buat ngatasin kejahatan pembunuhan itu kan bukan dengan ngelarang orang sendirian di rumah.
Justru, kita harus bikin aturan yang ketat buat kejahatan itu, perkuat sistem keamanan, pasang lampu yang cukup, atau CCTV. Kita enggak mungkin kan malah ngelarang orang sendirian di rumah.
-
Kalau datanya salah: Langsung bantah aja, terus kasih bukti atau data yang lebih valid.
Catatan penting: Klaim awal Netizen A tadi, menurut riset, memang bisa dibilang salah atau enggak akurat. Riset nunjukkin kalau pakaian atau waktu itu enggak selalu bikin cewek lebih gampang jadi korban.
Kalau Balas “Pernyataan Preskriptif”
Nah, kalau ada yang ngomong hal yang sifatnya preskriptif (misalnya Netizen B yang bilang:
“Kalau ada pelecehan seksual, kita harusnya mikirin cara nindak pelakunya yang bener, bukan malah nyalahin atau nyerang korban”), ada dua pilihan cara balasnya:
-
Setuju: Kalau setuju, ya sudah, enggak perlu diperdebatkan lagi. Tapi, kita bisa nambahin catatan atau pandangan kita.
- Contoh jawaban yang nyambung: “Setuju banget sama pandangan ini. Aku sepakat kita enggak boleh nyalahin korban dan pelaku harus dihukum berat. Namun, di sisi lain, menurutku enggak ada salahnya juga kasih informasi ke orang-orang tentang hal-hal yang bisa ningkatin risiko kejahatan.”
-
Tidak Setuju: Kalau enggak setuju, langsung aja bilang enggak setuju, terus jelasin kenapa. Kamu juga bisa nambahin pendapatmu sendiri soal “seharusnya gimana.”
Pada dasarnya, cara balas omongan deskriptif atau preskriptif itu sama saja pilihannya: setuju, setuju dengan catatan/tambahan, tidak setuju, atau tidak setuju dengan catatan/tambahan. Bedanya cuma di penjelasannya.
- Kalau ke omongan deskriptif, setuju atau enggak setujunya itu lebih ke arah buktiin data atau deskripsinya valid atau enggak.
- Kalau ke omongan preskriptif, setuju atau enggak setujunya itu lebih ke arah jelasin pandangan atau sikap kita soal “seharusnya gimana”.
Kesimpulan: Obrolan Lebih Asyik Dimulai dari Paham Beda Ini!
Gimana, sekarang sudah lebih jelas kan bedanya “descriptive” dan “prescriptive”? Semoga dengan paham konsep ini, obrolan kita di media sosial jadi lebih sehat, enggak kusut lagi, dan makin bikin kita cerdas.
Komentar